Hello Sobat Rihants !
Makna Maulid Nabi yang dalam dunia kita terus diperingati setiap tanggal kelahiran beliau (setiap tanggal 12 Rabiul Awwal) bukan lagi sebuah kesemarakan seremonial belaka,
tapi sebuah momen spiritual untuk mentahbiskan beliau sebagai figur
tunggal yang mengisi pikiran, hati dan pandangan hidup kita.
Dalam maulid kita tidak sedang
membikin sebuah upacara, tapi perenungan dan pengisian batin agar tokoh
sejarah tidak menjadi fiktif dalam diri kita, tapi betul-betul secara
kongkrit tertanam, mengakar, menggerakkan detak-detak jantung dan aliran
darah ini.
Arti Maulid Nabi Kata Maulidd berasal dari bahasa Arab yang beratrti lahir, peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw merupakan suatu tradisi yang berkembang setelah Nabi SAW wafat, dengan di peringatinya Maulid Nabi Saw ini yang merupakan suatu wujud ungkapan rasa syukur dan kegembiraan serta penghormatan kepada sang utusan Allah karena berkat jasa beliau ajaran agama islam sampai kepada kita
Selain sebagai ekspresi rasa syukur atas kelahiran
Rasulullah SAW., substansi dari peringatan Maulid Nabi adalah
mengukuhkan komitmen loyalistas pada beliau. Setidaknya, ini terwujud
dengan beberapa hikmah,
Hikmah Perayaan Maulid Nabi
1. Peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala, “Sesungguhnya
Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang
yang beriman, bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam
sejahtera kepadanya.” (QS Al-Ahzab: 56).
2. Peringatan
Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan
beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiraan
itu (Ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman Nabi,
menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam Semesta
itu, Abu Lahab pun memerdekakannya. Sebagai tanda suka cita. Dan karena
kegembiraannya, kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya diringankan
setiap hari Senin tiba).
Demikianlah rahmat Allah terhadap siapa pun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafir pun Allah merahmati karena kegembiraannya atas kelahiran sang Nabi, apalagi anugerah Allah bagi umatnya yang beriman dan bertakwa.
3. Meneguhkan kembali kecintaan kepada
Rasulullah SAW. Bagi seorang mukmin, kecintaan terhadap Rasulullah SAW.
adalah sebuah keniscayaan, sebagai konsekuensi dari keimanan. Kecintaan
pada utusan Allah ini harus berada di atas segalanya, melebihi kecintaan
pada anak dan isteri, kecintaan terhadap harta, kedudukannya, bahkan
kecintaannya terhadap dirinya sendiri. Rasulullah bersabda,
“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orangtua dan anaknya. (HR. Bukhari).”
4. Meneladani perilaku dan perbuatan mulia Rasulullah SAW. dalam setiap gerak kehidupan kita. Allah SWT. bersabda :
“Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)”
Kita tanamkan keteladanan Rasul ini dalam keseharian kita, mulai
hal terkecil, hingga paling besar, mulai kehidupan duniawi, hingga
urusan akhirat. Tanamkan pula keteladanan terhadap Rasul ini pada
putra-putri kita, melalui kisah-kisah sebelum tidur misalnya. Sehingga
mereka tidak menjadi pemuja dan pengidola figur publik berakhlak rusak
yang mereka tonton melalui acara televisi.
5. Melestarikan ajaran dan misi
perjuangan Rasulullah, dan juga para Nabi. Sesaat sebelum menghembuskan
nafas terakhir, Rasul meninggalkan pesan pada umat yang amat dicintainya
ini. Beliau bersabda :
“Aku tinggalkan pada kalian dua hal, kalian tidak akan
tersesat dengannya, yakni Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya sallallahu
alaihi wa sallam” (HR. Malik)
Fadilah Perayaan Maulid Nabi
Menurut fatwa seorang Ulama besar :
Asy-Syekh Al Hafidz As-Suyuthi menerangkan bahwa mengadakan peringatan
kelahiran Nabi Muhammad Saw, dengan cara mengumpulkan banyak orang, dan
dibacakan ayat-ayat al-Quran dan diterangkan (diuraikan) sejarah
kehidupan dan perjuangan Nabi sejak kelahiran hingga wafatnya, dan
diadakan pula sedekah berupa makanan dan hidangan lainnya adalah
merupakan perbuatan Bid’ah hasanah (bid’ah yang baik), dan akan
mendapatkan pahala bagi orang yang mengadakannya dan yang menghadirinya,
sebab terdapat rincian beberapa ibadah yang dituntut oleh stara’ serta
sebagai wujud kegembiraan, kecintaan atau mahabbah kapada Rosullullah
saw.
Seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw :
مَنْ أَحَبَّنِى كَانَ مَعِيْ فِي الْجَنـَّةِ
“Barang siapa yang senang, gembira, dan cinta kepada saya maka akan berkumpul bersama dengan saya masuk surga”.
Dalam sebuah hadits dikatakan :
مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدِىْ كُنْتُ
شَفِيْعًا لَهُ يَـوْمَ الْقِيَا مَةِ. وَمَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا فِى
مَوْلِدِى فَكَأَ نَّمَا اَنْفَقَ جَبَلاً مِنْ ذَ هَبٍ فِى سَبِيْلِ اللهِ
“Barang siapa yang memulyakan / memperingati
hari kelahiranku maka aku akan memberinya syafa’at pada hari kiamat. Dan
barang siapa memberikan infaq satu dirham untuk memperingati
kelahiranku, maka akan diberi pahala seperti memberikan infaq emas
sebesar gunung fi sabilillah.
Sahabat Abu Bakar Ash-Shidiq berkata :
مَنْ أَنْفَقَ دِرْ هَماً فِى مَوْ لِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ رَفِيْقِيْ فِى الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang memberikan infaq satu dirham untuk memperingati kelahiran Nabi Saw : akan menjadi temanku masuk surga”.
Sahabat Umar Bin Khoththob berkata :
مَنْ عَظَّمَ مَوْ لِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ أَحْيَا اْلإِسْلاَمَ
“Barang siapa yang memuliakan / memperingati kelahiran Nabi Saw, berarti telah menghidupkan Islam”.
Sahabat Ali Bin Abi Tholib berkata :
مَنْ عَظَّمَ مَوْ لِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَخْرُجُ مِنَ الدُّنْياَ اِلاَّ بِاْلإِ يْمَانِ
“Barang siapa yang memuliakan / memperingati kelahiran Nabi Saw, apabila pergi meninggalkan dunia pergi dengan membawa iman”.
Melihat besarnya pahala tersebut maka
banyaklah kaum muslimn muslimat yang selalu melahirkan rasa cintanya
kepada Nabi dan mengagungkan hari kelahiran Nabi dengan cara-cara yang
terpuji seperti pada tiap-tiap malam Senin atau malam Jum’at mengadakan
jama’ah membaca kitab Al- Barzanji, sholawat maulud, dan ada pula yang
menyediakan tabungan yang berwujud uang hasil tanaman atau sebagian
gajinya untuk kepentingan memperingati kelahiran Nabi Saw.
(Yazid Bustomi - Red Buletin Tauiyah Pondok Pesantren Sidogiri / http://lifestyle.kompasiana.com)
Terima Kasih telah membaca ..
Kami berharap anda tetap di sini dengan ragam artikel menarik lainnya dan meninggalkan komentar ..