Hello Sobat Rihants !
Secara sederhana, iman menurut ulama Ahlu Sunnah yaitu mengikrarkan
dengan lisan, membenarkan dengan hati mengerjakan dengan anggota badan.
Keimananlah yang menjadi motivator manusia untuk melakukan perbuatan.
Keimanan dan amal adalah akidah dan syariat. Keduanya sambung
menyambung dan saling berkesinambungan. Tanpa keimanan tidak mungkin
ada amal dan begitu juga sebaliknya. Tanpa keimanan tidak mungkin kita
menjalankan ibadah puasa dan bergembira ketika menyambut bulan Ramadan.
Maka, beruntunglah orang-orang yang beriman. Orang-orang yang senantiasa
menjalan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi segala apa yang
dilarang-Nya.
Melalui momentum ibadah puasa yang kita jalankan selama bulan Ramadan
ada baiknya kita mengkaji kembali dan mengingat bagaimana kondisi
kesehatan hati dan keimanan kita. Ada sedikit perbedaan antara iman dan
hati. Iman seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Ibnu Islam itu memiliki karakter fluktuatif
(naik-turun), berkurang dan bertambah.
“Iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang, maka perbaharuilah
imanmu dengan Laa Ilaaha Illallah,” (H.R. Ibnu Islam). Sedangkan hati
sebagai wadahnya memiliki karakater terbolak-balik dan tidak tetap.
Dalam hal ini Rasulullah SAW juga pernah bersabda, “Ya Allah, Wahai Zat
Yang Maha Membolak-balikkan, tetapkanlah hatiku di dalam dien-Mu dan
didalam ketaatan pada-Mu,”.
Dalam pemaknaan yang lain, Rasulullah SAW ketika ditanyai malaikat
Jibril terkait tentang iman, dia mengungkapkan, “Hendaklah engkau
beriman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya,
kepada utusan-utusan-Nya, kepada hari kiamat dan hendaklah engkau
beriman kepada Qadar yang baik dan buruk,” (H.R. Muslim).
Beruntunglah orang yang Beriman
Dalam menyelingi ibadah puasa di bulan Ramadan ini, tentunya kita
sangat gencar menjalankan aktifitas ibadah seperti salat wajib berjamaah
di masjid, salat tarawih, tadarus, bersedekah, zakat dan aktifitas
ibadah lainnya. Tanpa keimanan tidak mungkin ibadah itu kita lakukan.
Beruntunglah orang-orang yang demikian dan sebaliknya merugilah
orang-orang yang tidak memanfaatkan bonus-bonus yang telah Allah SWT
hamparkan selama bulan Ramadan ini.
Setidaknya ada dua keberuntungan yang Allah SWT janjikan kepada
orang-orang yang beriman. Pertama, Allah SWT memberikan garansi
(jaminan) surga kepada orang yang beriman seperti yang dikatakan-Nya
dalam QS; 2: 25, “Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang
beriman dan berbuat kebaikan bahwasanya mereka itu akan memperoleh surga
yang dibawahnya mengalir beberapa sungai,”.
Kedua, Allah SWT akan melimpahkan ketenangan hati kepada. Ini juga
bisa dikatakan sebagai sebuah ciri. Orang yang beriman tidak pernah
merasa gelisah dalam menghadapi ujian, cobaan dan tantangan dalam hidup
ini. Semangatnya justru menggebu-gebu ketika dihadapkan dengan ujian dan
cobaan tersebut. Dalam hal ini, Allah SWT juga telah berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih maka Tuhan
yang Maha Pengasih akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih
sayang,” (QS. 19: 96).
Menjaga Stabilitas Iman
Seperti yang sudah disebutkan di atas tadi, iman itu dapat berkurang
dan bertambah. Persoalannya, bagaimana kita menjaga stabilitas iman?
Pertanyaan ini harus segera dijawab sebelum bulan Ramadan berakhir
karena menurut saya, puasa pada bulan Ramadan ini adalah momentum yang
pas untuk meningkatkan kualitas iman. Kalau pada bulan-bulan sebelumnya
mungkin aktivitas ibadah yang kita lakukan relatif sedikit, tetapi
dengan datangnya bulan Ramadan secara kuantitas aktivitas ibadah yang
kita jalankan menjadi banyak dan alangkah lebih baik lagi ibadah yang
dilakukan itu memiliki nilai kualitas dengan meningkatkan ilmu dan
pemahaman terhadap ibadah yang dilakukan.
Apalagi pasca Ramadan, mungkin tidak satu orang pun di dunia ini yang
ingin menjadi lilin. Sengaja saya umpamakan lilin karena semangat
ibadah puasa kita justru cenderung terang-benderang di saat lilin
pertama kali dihidupkan. Akan tetapi, ketika Ramadan usai seolah-olah
ibadah kita redup seperti lilin yang awalnya terang namun padam dimakan
oleh waktu.
Hanya sebagian umat Islam saja yang mampu bertahan dan menjaga
stabilitas keimanannya pada sebelas bulan ke depan. Padahal, kalau
dimaknai lebih jauh datangnya bulan Ramadan adalah upaya untuk
memperbaiki diri dan iman sebelas bulan ke depan. Tentunya kita tidak
ingin ibadah kita sia-sia begitu saja.
Namun, sebelum menjawab bagaimana kita menjaga stabilitas iman,
penulis mengajak pembaca sekalian untuk merenungi penyebab berkurangnya
keimanan. Menurut Dr. Faishal Al-Hulaibi (2007; 21-42) ada sembilan hal
yang menyebabkan melemahnya iman antara lain tiada penjagaan terhadap
iman, jahil terhadap jannah dan janji-janji Allah, merasa jauh dari azab
dunia dan meremehkan azab akhirat, panjang angan-angan, memaksakan diri
dalam beribadah, membuat hal-hal baru dalam agama, tidak memahami
marifatullah dengan benar, meremehkan dosa-dosa kecil dan lalai
mengintropeksi diri.
Dengan demikian, dapatlah kita simpulkan bahwa upaya menjaga
stabilitas keimanan adalah suatu yang harus kita lakukan dengan
berhati-hati menjalankan ibadah serta ikhlas dalam menjalankannya.
Selain itu, untuk menjaga stabilitas keimanan kita, kita harus
senantiasa meningkatkan ketaatan dan kepatuhan kepada Allah SWT atas
perintah-perintah-Nya dan menjalankan ibadah dengan penuh loyalitas dan
konsisten menjalankanya dengan ilmu dan pemahaman yang kaffah
(menyeluruh). Semoga Ramadan dan ibadah puasa kita saat ini mampu
meningkatkan kualitas keberimanan kita semua. Amin.
Source: http://putrabintan.wordpress.com/2009/09/10/puasa-upaya-meningkatkan-kualitas-iman
Terima Kasih telah membaca ..
Kami berharap anda tetap di sini dengan ragam artikel menarik lainnya dan meninggalkan komentar ..